Senin, 22 September 2014

Tuhan Dahulu dan Modern

Konon katanya, Tuhan yang memenuhi segala kebutuhan manusia. Namun, Dia tak tampak. Lalu manusia-manusia berkelakar di setiap sudut gedung-gedung bertingkat. Menertawakan yang dianggapnya ocehan tak masuk akal orang-orang terdahulu. Mereka lebih memercayai nominal pada benda yang yang disebut sebagai dewa di zaman modern.
"Jangan percaya mitos. Jangan percaya takhayul", katanya.
Namun di setiap gedung bertingkat mereka sediakan tempat sembahyang. Mereka sembahyang. Rajin beramal. Katanya agar masuk surga kelak.
Dianggapnya kenyamanan di dunia adalah balasan atas ibadah mereka.
"Lho, sebenernya siapa yang suka bertakhayul?"
Bagi orang-orang yang melihat kenyataan dengan benar, surga sendiri sudah merupakan takhayul. Mereka menertawakan petuah orang-orang terdahulu, namun mereka sendiri tak menyadari siapa yang lebih pantas ditertawakan.
Sudah, kita bukan untuk saling menertawakan. Sudah jelas agamamu agamamu, agamaku agamaku. Mau dewa dahulu atau dewa zaman sekarang bebas saja. Urusane dewe-dewe.
Mereka sebut Tuhan Maha Penyayang biasanya hanya ketika merasa banyak uang. Uang sebagai wali/wakil dari Tuhan. Logikanya begitu. Makanya, banyak orang yang takut berkurang hartanya karena takut kasih sayang Tuhan juga berkurang.
"Tapi kebanyakan yang punya banyak harta kok malah orang-orang kafir", sela saya. Lalu orang yang bertuhan modern itu menjawab, "Mereka memang sengaja diberi tuhan kesenangan di dunia, tapi nanti di akhirat mereka akan disiksa habis-habisan".
Lalu, saya jadi bingung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar