Jumat, 01 November 2013

Anjing

Ada seekor hewan yang dilaknat, juga dipuja. Anjing. Anjing itu diam dalam kandangnya. Sepasang matanya yang melotot, menatapku. Entah apa yang sedang dilakukan anjing itu. Aku mencoba menerka-nerka apa yang ada dipikirannya. Aku menatapnya, membuat tatapannya makin kuat. Mungkin pemiliknya tak memberinya makan. Tapi apa peduliku, ia punya tuan. Kudekati, lalu ku ajak dia berbicara, dengan batinku, barangkali saja ia lebih mengerti bahasa hati.

Dia pun memoncongkan mulutnya ke dalam lubang kandangnya. Ku coba membagi sisa hot dog yang ku simpan dari dalam plastik dàlam tas coklatku.

Dan....
Rawrrrrr... "Aarrgghh..." , anjing itu menggigit tanganku. "Biadab, bangsat..", umpatku.

"Dasar anjing!!!"

Kulihat jari-jariku, ternyata tak satu pun terluka. Ah, aku telah berprasangka buruk kepada seekor anjing. Kujulurkan lagi tanganku dengan sisa hot dog yang tersisa. Namun si anjing tak kunjung memakannya.Kubuka kandangnya, kugendong anjing itu. Entah mengapa aku berani berbuat lancang pada sesuatu yang telah menjadi hak orang lain.

Ia mengendus, menjilati tangan-tanganku. Aku merasa geli. Ku elus-elus kepalanya, si anjing menunduk malu. Seolah senang dengan apa yang kulakukan kepadanya. Anjing itu seperti seorang kekasih yang ditinggal kekasihnya. Seperti perempuan yang sedang patah hati, lalu menemukan seorang yang lain untuk bersandar.

Dari matanya aku dapat mengerti. Betapa mata itu berkaca-kaca sangat mirip dengan mata seorang kekasih yang kutinggalkan dua tahun yang lalu. Ketika aku memutuskan untuk pergi dari kehidupan seorang perempuan yang amat sangat kucintai. Aku memilih untuk berkarir di ibukota. Kutinggalkan cintaku di kampung halaman.

Ah, kenangan itu lagi. Seperti bayangan yang tak pernah hilang. Mengikuti kemanapun aku pergi.
Huufftt.. kutinggalkan lamunanku. Ku dudukan si anjing di pangkuanku.

Kubelai lagi dari kepala hingga ekornya.
Ketika beranjak dan hendak mengembalikannya ke kandang, ia menggonggong. Tapi aneh. Yang ku tahu gonggongan anjing itu sangat memekikkan telinga, berisik, dan membuat seseorang yang didekatnya tak nyaman. Tapi gonggongannya berbeda. Ia tak mau kembali ke kandang. Ia seperti ingin kembali ke pelukanku.

"Baiklah, barangkali kamu jenuh berada di dalam, aku akan meletakkanmu di sini. Biar tuanmu yang mengurusmu. Tapi jangan katakan kalau aku hendak mengambilmu darinya."
      
*****

"Nak, ambil saja anjing itu. Bawalah pulang dan rawatlah baik-baik. Jika kau mau", seorang lelaki tua berbicara kepada seorang pemuda yang sedang membelaiku.

Tentu saja hatiku sakit. Kenapa ia menyerahkanku kepada orang lain. Seseorang yang belum tentu mencintaiku. Barangkali aku hanya akan dijadikan barang mainannya.

Atau malah mungkin ia akan menguburku hidup-hidup. Lalu mengulitiku. Memotong setiap dagingku. Dan  dimasukkannya aku ke dalam wajan penggorengan bersama bumbu-bumbu yang telah ia racik. Kemudian dihidangkannya aku kepada para pemabuk sebagai jamuan pesta seks dan minuman keras.

Aku memang menyukai pemuda ini, tapi aku jauh lebih mencintai tuanku.
Lalu aku menggonggong sekeras-kerasku.

         *****

Kubawa anjing itu menuju tempat dimana aku curahkan seluruh hidupku. Untuk menjemput impianku, memiliki restoran besar dan menjadi seorang koki masakan anjing terkenal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar